Editorial : Belajar Literasi Pangan dari Desa Adat Sirnaresmi
Oleh : Ukon Jamiat
Pemimpin Redaksi Majalah Pendidikan Motekar
Sawah sebagai Ruang Belajar
Bagi warga Sirnaresmi, pertanian bukan sekadar pekerjaan. Ia adalah jalan hidup, warisan leluhur yang dijaga lintas generasi. Anak-anak sejak kecil tumbuh dengan pesan bahwa sawah adalah pusaka. Dari sinilah mereka belajar disiplin, kerja sama, dan tanggung jawab. Sawah menjadi ruang belajar terbuka, di mana nilai-nilai kehidupan diwariskan.
Leuit Si Jimat: Lumbung Pangan, Lumbung Nilai
Di tengah desa berdiri Leuit Si Jimat, lumbung padi yang menjadi simbol ketahanan pangan sekaligus solidaritas. Padi hasil panen tidak dijual, tetapi disimpan. Jika ada warga yang kekurangan, mereka dapat meminjam dari leuit. Dari tradisi ini, anak-anak belajar arti berbagi, mengutamakan kebersamaan daripada keuntungan, dan menghormati pangan sebagai sumber kehidupan.
Ekologi sebagai Kurikulum
Sirnaresmi juga mengajarkan pelajaran penting tentang ekologi. Padi hanya ditanam sekali setahun, karena bumi pun perlu beristirahat. Inilah pendidikan lingkungan yang nyata—mengajarkan bahwa keberlanjutan lebih penting daripada mengejar hasil berlimpah tanpa henti.
Inspirasi bagi Pendidikan
Di saat banyak daerah menghadapi krisis regenerasi petani, Sirnaresmi membuktikan bahwa dengan menanam nilai, generasi muda tetap setia pada akar budayanya. Mereka boleh menempuh pendidikan tinggi, merantau, bahkan bekerja di kota, tetapi sawah dan huma tetap menjadi bagian hidup yang tak bisa dipisahkan.
Desa Adat Sirnaresmi memberi pesan penting bagi dunia pendidikan: bahwa literasi tidak hanya tentang membaca buku, tetapi juga membaca alam dan kehidupan. Sawah adalah kitab hidup, padi adalah pusaka, dan leuit adalah laboratorium pendidikan sepanjang hayat.

Komentar
Posting Komentar