Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2025

Editorial : Belajar Literasi Pangan dari Desa Adat Sirnaresmi

Gambar
  Oleh : Ukon Jamiat  Pemimpin Redaksi Majalah Pendidikan Motekar  Di tengah derasnya arus modernisasi, pendidikan sering diidentikkan dengan ruang kelas, buku pelajaran, dan perangkat digital. Namun, ada satu bentuk pendidikan yang justru tumbuh alami di tengah masyarakat adat: pendidikan tentang pangan, alam, dan kearifan hidup. Desa Adat Sirnaresmi di Sukabumi adalah contohnya. Sawah sebagai Ruang Belajar Bagi warga Sirnaresmi, pertanian bukan sekadar pekerjaan. Ia adalah jalan hidup, warisan leluhur yang dijaga lintas generasi. Anak-anak sejak kecil tumbuh dengan pesan bahwa sawah adalah pusaka. Dari sinilah mereka belajar disiplin, kerja sama, dan tanggung jawab. Sawah menjadi ruang belajar terbuka, di mana nilai-nilai kehidupan diwariskan. Leuit Si Jimat: Lumbung Pangan, Lumbung Nilai Di tengah desa berdiri Leuit Si Jimat, lumbung padi yang menjadi simbol ketahanan pangan sekaligus solidaritas. Padi hasil panen tidak dijual, tetapi disimpan. Jika ada warga yang keku...

Kolom Editorial : Merawat Marwah PPPK, Dari Provokasi Menuju Apresiasi

Gambar
Oleh : Ukon Jamiat  Pemimpin Redaksi Majalah Pendidikan Motekar  Pernyataan Kepala BKN sekaligus Ketua Korpri PPPK, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, yang menyebut “PPPK hadir hanya untuk mengisi kekosongan PNS” bukan sekadar keliru, melainkan juga merendahkan marwah aparatur negara. Ucapan tersebut memicu reaksi keras karena menegasikan fakta bahwa PPPK adalah tenaga profesional hasil seleksi ketat, dengan peran strategis dalam pendidikan, kesehatan, administrasi, dan layanan publik. Saat pemerintah membutuhkan sinergi dan penghormatan terhadap semua aparatur, narasi seperti ini justru menciptakan dikotomi yang berbahaya. Pernyataan itu seharusnya menjadi cermin bagi kita semua, bahwa penghargaan terhadap PPPK tidak boleh direduksi menjadi sekadar pelengkap birokrasi. Justru di tengah tuntutan pelayanan publik yang semakin kompleks, PPPK hadir sebagai tenaga profesional yang menopang jalannya pemerintahan. Dari sinilah kita perlu meninjau ulang narasi besar tentang eksistensi PPPK:...

Editorial : Tragedi Banjaran, Cerita Luka Sosial Kita

Gambar
Oleh : Ukon Jamiat, S.E (Pemimpin Redaksi Majalah Pendidikan Motekar)  Di Banjaran, kabar duka itu datang bagai luka yang menoreh hati kita semua. Seorang ibu, bersama dua buah hatinya, memilih jalan sunyi yang tak pernah kita bayangkan. Di balik surat wasiat yang ditinggalkannya, tergurat jeritan batin tentang lelah, utang, dan kesepian. Tragedi ini bukan sekadar peristiwa kematian, melainkan potret getir tentang manusia yang terjebak dalam himpitan hidup tanpa ruang untuk bersandar. Tragedi memilukan yang terjadi di Banjaran, Kabupaten Bandung—seorang ibu berinisial EN yang mengakhiri hidup dengan gantung diri setelah diduga meracuni dua anaknya—menjadi tamparan keras bagi kita semua. Di balik peristiwa tragis ini, tersimpan jeritan batin yang tidak pernah tersampaikan dengan layak, hingga akhirnya pecah dalam bentuk keputusan paling pahit. Surat wasiat yang ditinggalkan korban menggambarkan kepenatan hidup yang ditimbulkan oleh lilitan utang, tekanan sosial, serta kekecewaan ter...